Sabtu, 01 September 2012

MENITI KESEMPURNAAN IMAN BAB 3; MEMBANGUN MASJID DI ATAS KUBURAN


MENITI KESEMPURNAAN IMAN
Oleh: Ad-Da’i Ilallah Al-habib Mundzir bin Fuad Al-Musawa


BAB 3; MEMBANGUN MASJID DI ATAS KUBURAN
Pernyataan Abdullah bin Baz Mengenai Larangan Membuat Bangunan Ataupun Membangun Masjid di atas Kuburan:
Seseorang bertanya: “Di kalangan kami ada diantara pemuka-pemuka sufi yang kerjanya membuat kubah dan bangunan di atas kuburan. Orang-orang meyakini keshalihan dan keberkahan pada mereka. Kalau hal ini tidak disyaria’atkan maka tolong mereka dinasehati karena mereka adalah panutan di tengah-tengah masyarakat. Terima kasih, semoga Allah memberkahi.”
Syekh Abdul Aziz bin Baz menjawab: Nasehat saya kepada para ulama sufi dan ulama lainnya, hendaklah mereka berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. dan mengajarkannya kepada manusia dan tidak mengikuti amalan generasi sebelumnya yang bertentangan dengan kedua sumber tersebut. Agama ini tidak berdasarkan taklid buta kepada syekh dan selain mereka tetapi agama ini berdasarkan kepada al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah, Rasulullah Saw. bersabda: “Allah telah melaknat kamu Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid”. ‘Aisyah berkata: “Rasulullah Saw. (dalam hadits ini) memperingatkan agar mengindari perbuatan mereka.”
Dan diriwayatkan dari Ummu Salamah dan Ummu Habibah bahwa mereka menceritakan kepada Rasulullah Saw. perihal gereja berikut lukisan-lukisan yang ada di dalamnya yang pernah mereka lihat di Habasyah, kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Mereka itu apabila salah seorang yang shaleh di antara mereka meninggal, mereka bangun di atas kuburnya sebuah masjid dan mereka buat lukisan-lukisan tadi, mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ummu Habibah bahwa mereka menceritakan kepada Rasulullah Saw. perihal gereja berikut lukisan-lukisan yang ada di dalamnya yang pernah mereka lihat di Habasyah, kemudian Rasulullah Saw. bersabda, Rasulullah Saw telah mengkhabarkan bahwa orang yang membangun masjid di atas kuburan itu adalah sejelek-jelek makhluk. Demikian pula yang membuat lukisan si mayit di atas kuburannya karena hal itu merupakan faktor pemicu perbuatan syirik. Karena masyarakat ketika melihat ada masjid dan kubah-kubah diatas kuburan, otomatis mereka akan mengkultuskan dan mengagung-agungkan akan mayit (yang dikubur di bawah masjid tersebut) meminta pertolongan kepadanya, bernadzar untuknya dan berdoa serta mohon bantuan kepadanya. Ini merupakan syirik akbar.
Dalam hadits, Jundub bin Abdillah Al Bajali Ra. yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya, Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasihNya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasihNya. Seandainya aku boleh menjadikan salah seorang umatku sebagai kekasihku, niscaya aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ingat! Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang yang shaleh di antara mereka sebagai masjid. Ingat! Janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kamu sekalian dari hal demikian.”
Hadits ini menunjukkkan keistimewaan Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau adalah sahabat yang paling mulia dan baik sehingga kalaulah dibolehkan, Rasulullah Saw. mengambil seorang khalil (kekasih), niscaya dia akan mengambil Abu Bakar sebagai khalilnya. Tetapi Allah melarangnya dari demikian agar cintanya hanya semata-mata tertuju kepada Allah karena khalil itu adalah tingkatan cinta dan kasih yang paling tinggi. Hadits ini juga menunjukkan haramnya membangun dan membuat masjid di atas kuburan serta mencela orang yang melakukannya dalam tiga redaksi larangan:
Pertama, Mencela orang yang melakukannya.
Kedua, Sabda beliau “Maka janganlah kamu  menjadikan kuburan sebagai masjid.”
Ketiga, Sabda beliau “Sesungguhnya aku melarang kamu sekalian berbuat demikian.”
Rasulullah Saw. melarang membangun di atas kuburan dengan tiga bentuk larangan tersebut yaitu sabda beliau: “Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang yang shaleh di antara mereka sebagai masjid”, kemudian beliau bersabda “Ingat! Janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai masjid”. Artinya janganlah kamu mencontoh mereka, sesungguhnya aku melarang kamu sekalian dari berbuat demikian. Ini merupakan larangan tegas membangun diatas kuburan dan menjadikannya sebagai masjid.
Hikmah dari larangan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh para ulama agar hal itu tidak menjadi jalan yang akan membuat seseorang terjebak ke perbuatan syirik akbar, seperti menyembah kepada para penghuni kubur, berdoa, bernadzar, beristighatsah, berkorban, memohon bantuan dan pertolongan kepada mereka yang telah mati, sebagaimana yang terjadi pada kuburan Badawi, Hissi, Siti Nafisah, Zainab dan kuburan lainnya di Mesir.
Begitu juga yang terjadi pada banyak kuburan yang ada di Sudan dan negara-negara Islam lainnya. Dan hal ini juga terjadi pada kuburan Nabi yang ada di Madinah, kuburan Baqi’, kuburan Khadijah dan kuburan lainnya seperti yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji yang jahil. Maka mereka itu butuh sekali kepada bimbingan dan arahan yang benar dari para ulama. Dan mereka itu, baik itu ulama sufi dan ulama syari’ah secara umum wajib takut kepada Allah dan menasehati manusia dan mengajarkan agama kepada mereka serta mengingatkan agar mereka tidak membangun di atas kubur, atau membuat masjid atau kubah diatasnya serta bangunan-bangunan lainnya.

Tanggapan Al-Habib Munzir Al-Musawa Mengenai Larangan Membuat Bangunan ataupun Membangun Masjid di atas Kuburan:
“Rasul Saw. shalat ghaib di pekuburan umum, Rasul Saw. shalat Jenazah (shalat Ghaib) menghadap kuburan setelah dimakamkan di sebuah pemakaman, lalu bermakmum di belakang beliau shaf para sahabat, beliau Saw. bertakbir dengan 4 takbir.” (Shahih Muslim hadits no. 954).Nabi saw shalat (shalat Ghaib) di atas kuburan.” (Shahih Muslim hadits no. 955).
“Telah wafat seseorang yang biasa berkhidmat menyapu masjid, maka Rasul Saw. bertanya tentangnya dan para sahabat berkata bahwa ia telah wafat, maka Rasul Saw bersabda: “Apakah kalian tak memberitahuku?” maka para sahabat seakan tak terlalu menganggap penting mengabarkannya, maka Rasul Saw. berkata: “Tunjukkan padaku kuburnya!”, maka Rasul Saw. mendatangi kuburnya lalu menyalatkannya, seraya bersabda: “Sungguh penduduk pekuburan ini penuh dengan kegelapan, dan Allah menerangi mereka dengan shalatku atas mereka.” (Shahih Muslim hadits no. 956 dan Shahih Bukhari hadits no. 1258).
Kita akan lihat ucapan para Imam:
1.    Berkata Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Imam Syafi’i rahimahullah: “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid, (*Imam syafii tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakannya makruh), karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain, dan hal yang tak diperbolehkan adalah membangun masjid di atas makam setelah jenazah dikuburkan. Namun bila membangun masjid lalu membuat di dekatnya makam untuk pewakafnya maka tidak ada larangannya”. (Demikian ucapan Imam Syafii dalam kitab Faidh al-Qadir juz 5 halaman 274).
2.    Berkata Hujjatul Islam al-Imam Ibn Hajar al-Asqalaniy: “Hadits–hadits larangan ini adalah larangan shalat dengan menginjak kuburan dan diatas kuburan, atau berkiblat ke kubur atau di antara dua kuburan, dan larangan itu tak mempengaruhi sahnya shalat, (*maksudnya bilapun shalat di atas makam, atau mengarah ke makam tanpa pembatas maka shalatnya tidak batal), sebagaimana lafadz dari riwayat kitab ash-Shalat oleh Abu Na’im guru Imam Bukhari, bahwa ketika Anas Ra. shalat di hadapan kuburan maka Umar berkata: “Kuburan..kuburan..!”, maka Anas melangkahinya dan meneruskan shalat dan ini menunjukkan shalatnya sah, dan tidak batal”. (Lihat dalam Fath al-Bari al-Mayshur juz 1 halaman 524).
3.    Berkata Imam Ibn Hajar: “Berkata Imam al-Baidhawiy: “Ketika orang Yahudi dan Nasrani bersujud pada kubur para Nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung-patungnya, maka Rasul Saw. melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabarruk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dengan merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yang dimaksud hadits itu.”(Lihat dalam Fath al-Bari al-Masyhur Juz 1 halaman 525). Berkata Imam al-Baidhawiy: “Bahwa Kuburan Nabi Ismail As. adalah di Hathiim (di samping Miizab di Ka’bah dan di dalam Masjidil Haram) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat di kuburan adalah kuburan yg sudah tergali.” (Lihat dalam Faidh al-Qadir juz 5 halaman 251).
Kita memahami bahwa Masjid Rasul Saw. itu di dalamnya terdapat makam beliau Saw., Abu Bakar Ra. dan Umar Ra., masjid diperluas dan diperluas, namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan hal yang dibenci dan dilaknat Nabi Saw. karena menjadikan kubur beliau Saw. di tengah-tengah masjid, maka pastilah ratusan imam dan ulama di masa itu telah memerintahkan agar perluasan tidak perlu mencakup rumah ‘Aisyah Ra. (makam Rasul Saw.).
Perluasan adalah di zaman Khalifah Walid bin Abdulmalik sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik dibai’at menjadi khalifah pada 4 Syawal tahun 86 Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pada tahun 96 Hijriyah. Lalu di mana Imam Bukhari? (194 H-256 H), Imam Muslim? (206 H-261H), Imam Syafi’i? (150 H-204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H-241H), Imam Malik? (93 H-179 H), dan ratusan imam-imam lainnya? Apakah mereka diam membiarkan hal yang dibenci dan dilaknat Rasul Saw. terjadi di Makam Rasul Saw.?, lalu imam- imam yang hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin yang bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran terjadi di Makam Rasul Saw.? Munculkan satu saja dari ucapan mereka yang mengatakan bahwa perluasan Masjid Nabawiy adalah makruh, apalagi haram. Justru inilah jawabannya, mereka diam karena hal ini diperbolehkan, bahwa orang yang kelak akan bersujud menghadap Makam Rasul Saw. itu tidak satupun yang berniat menyembah Nabi Saw., atau menyembah Abu Bakar Ra. atau Umar bin Khaththab Ra., mereka terbatasi dengan tembok, maka hokum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah, yang membuat kubur-kubur itu terpisah dari masjid, maka ratusan imam dan muhadditsin itu tidak melarang perluasan Masjid Nabawiy bahkan Masjidil Haram pun, berkata Imam al-Baidhawiy bahwa: “Kuburan Nabi Ismail adalah di Masjidil Haram.”
Kesimpulannya larangan membuat masjid di atas makam adalah menginjaknya, menjadikannya terinjak-injak, ini hukumnya makruh, dan ada pendapat mengatakannya haram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar