Kamis, 22 November 2012

ILMU AQO’ID; Pengertian Islam dan Iman Oleh: KH. Abdul Wahhab Chasbullah


ILMU AQO’ID
Pengertian Islam dan Iman
Oleh: KH. Abdul Wahhab Chasbullah


Islam adalah menjalankan syari’at  junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw. dengan anggota dzahir (anggota badan) kita, dengan cara mengikuti apa yang dijalankannya dan mentaati apa yang diperintahkannya.
Sedangkan Iman adalah kepercayaan hati kita pada apa yang telah difirmankan Allah Swt. kepada Nabi Agung Muhammad Saw. (kalamullah) dan yang disabdakan oleh Nabi Agung Muhammad Saw. sendiri (hadits).
Barangsiapa yang telah bersifat islam, maka ia dinamakan muslim, dan barangsiapa yang bersifat iman, maka ia dinamai orang mu’min. Dan sesungguhnya islam dan iman itu tidak dapat dipisahkan.
Dengan demikian, apabila seorang islam tetapi tidak iman, maka ia tidak akan mendapat faedah di akhirat kelak, walapun dzahirnya islam. Inilah yang disebut dengan kafir zindiq dan akan berada di dalam siksa neraka selama-lamanya.
Begitu juga sebaliknya, jika seorang beriman tetapi tidak islam, maka ia tidak selamat dari siksa neraka yang amat hebat. Mereka itu bukanlah mu’min muslim asli tetapi mu’min muslim taba’i, yang beriman dan berislam karena mengikuti kedua orang tuanya atau nenek moyangnya.
Di sini kita bisa mengatakan bahwa sebagian bangsa Indonesia adalah orang islam dan mu’min entah asli atau taba’i. Oleh karenanya jika mereka mati, mayitnya harus diurus secara islam. Kecuali orang yang telah murtad, yaitu orang yang pernah berbuat atau mengucapkan perkataan kufur seperti mengatakan tidak adanya Tuhan Allah Ta’ala atau mengatakan bahwa Tuhan Allah itu Satu tetapi pecah menjadi tiga, atau tiga tapi jadi satu, atau mengatakan bahwa Allah itu pernah menjelma atau bahwa Allah itu bertempat duduk di jantung hati, atau mengatakan bahwa sembahyang itu tidak ada gunanya, dan lain sebagainya.
Apabila seseorang telah muratd, maka tidak sekali-kali dianggap sebagai orang islam ataupun mu’min, dan jikalau ia mati, padahal belum pernah terlihat taubatnya, maka mayitnya tidak boleh diurus secara Islam.

Demikian diterangkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Majalah Oetusan Nahdlatul Oelama. Penulisan ulangan tulisan beliau ini tentunya disertai perubahan ejaan dan gaya bahasa yang berlaku sekarang (EYD) untuk mempermudah pemahaman.

Sumber: Oetusan Nahdlatul Oelama, No1. Tahun ke-1

Sya’roni As-Samfuriy, Indramayu 09 Muharram 1434 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar